Ketika Do'a
membawa Kebaikan yang lainnya
Tulisan ini hanya opini dan berkisah tentang sebuah kebiasaan dari
seorang gadis yang berharap do'anya dapat memberikan kebaikan untuk orang lain
dan dirinya sendiri. Yang menggunakan do'a sebagai pembentuk pribadi positif.
Yang berdo'a untuk selalu percaya bahwa sebuah ketidakmungkinan akan menjadi
mungkin ketika do'a yang terus menerus dipanjatkan sampai ke Maha Pencipta. Dan
yang percaya bahwa do'a memiliki keistimewaan nya tersendiri. Serta yang
menyadari bahwa dari ber'doa ada banyak hal positif yang muncul tanpa sadar.
Berawal dari hal sederhana. Berawal dari hati yang tergerak ingin
membantu setiap kali ada yang "kurang beruntung" berpapasan atau
melintas. Tapi apa daya saat itu hanya bisa simpati, saat itu tidak punya cukup
kemampuan untuk mengurangi beban mereka, dan entah mengapa yang terpikirkan
saat itu adalah berdo'a untuk kebaikan dirinya.
Suatu ketika, di sore hari, sekitar enam tahun silam. Aku
mendapati sebuah cuplikan sederhana yang Tuhan perlihatkan dan tidak pernah aku
lupakan. Saat itu senja akan berganti malam, dimana beristirahat adalah pilihan
yang paling tepat setelah seharian penuh beraktivitas. Namun, aku tidak melihat
itu ketika seorang bapak dengan panggulan di pundaknya, membawa dua kotak
bertuliskan "sol sepatu" masih terlihat mengitari kompleks perumahan
ku sambil berteriak "sol sepatu.... sol sepatu....". Beliau
masih berusaha menjual jasanya, walau kini matahari semakin bergerak ke ufuk
barat, dan pelan-pelan cahaya nya meredup di langit sore. Beliau memperbaiki sepatu-sepatu
rusak yang mungkin pelanggannya ada di salah satu deretan rumah gedong itu. Aku
pun baru saja turun dari mobil angkutan umum selepas pulang bersekolah. Dari
jauh aku sudah memperhatikan beliau. Peluh keringat terlihat di dahi, handuk
kecil yang melingkar dileher terlihat lusuh namun khas dari si bapak. Wajahnya
yang mulai keriput sangat jelas terlihat letih, bahkan asumsiku beliau sangat
letih. Entah letih karena telah mengitari banyak kompleks dan perkampungan atau
letih dengan kehidupan yang ia jalani. Tapi yang aku tahu ada keluarga yang
menunggu nya dirumah, dan berharap ia pulang membawa sedikit rezeki untuk
menyambung hidup.
Aku memperhatikan, tapi pikiranku meluas. Aku berandai bagaimana
jikalau beliau adalah ayahku. Sungguh aku tidak tega jika membayangkan ayahku
lah yang sedang berjalan disana yang hatinya terus berharap ada salah satu
orang dari rentetan rumah tersebut memanggil beliau untuk memperbaiki sepatu.
Pada saat itu tahun 2011, jasa memperbaiki sepatu, terlebih di
kompleks perumahan yang cukup baik secara ekonomi, bukanlah hal mudah untuk
beliau menjual jasanya. Itu asumsiku. Karena pada umumnya orang-orang akan
membuang sepatu atau sandalnya yang rusak dibandingkan harus menggunakan jasa
Tukang Sol keliling. Itu pula yang terjadi pada diriku. Lagi, aku banyak
mempertanyakan dalam diri, berapa pengasilan beliau seharinya, apakah anaknya
sekolah, apakah hari itu iya sudah membawa cukup uang? Banyak sekali
pertanyaan-pertanyaan yang memutar di otakku sambil tetap memperhatikan beliau
yang sedari tadi berjalan lambat masuk-keluar gang. Ku toleh saku ku, nihil.
Uangku memang sudah habis. Bahkan di sekolah saja aku hanya bisa membeli tahu
goreng karena uang saku ku sudah habis untuk ongkosku bersekolah, yang jaraknya
cukup jauh. Aku sedih, aku iba dan Aku merasa tidak bisa melakukan apa-apa.
Bahkan aku tidak bisa berpura-pura untuk hanya sekedar melem kan sepatu ku
dirumah karena memang aku sendiri tidak punya uang untuk membayar jasanya.
Lantas, apa yang terlintas olehku saat itu? Ya, entah mengapa aku malah memilih
berdo'a untuknya.
Masih terlihat bapak itu di ujung mataku, karena memang jalanan
saat itu cukup sepi tidak ada yang menghalangi pandanganku, dan jalan itu cukup
panjang untuk beliau tidak terlepas dari perhatianku. Spontan saja aku bergumam
di dalam hati " Ya Allah, berikanlah rezeki Mu, berkah Mu dan rahmat Mu,
agar beliau dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya, hanya kepada-Mu
lah Hamba berharap, memohon dan meminta" Yak! kalimat itu yang aku
gumamkan sebanyak 3x, dan tidak terasa air mataku berada di ujung mata. Jujur,
memang aku adalah orang yang cukup melankolis, mudah tersentuh dan emosional.
Tapi aku bersyukur dengan itu, paling tidak hal itu yang selalu mengingatkan ku
bahwa banyak yang masih belum seberuntung diriku, dan banyak hal yang perlu
disyukuri. Tak lama aku menyelesaikan do'a ku, Tuhan seakan langsung menjawab.
Aku kaget. Aku terdiam. Seketika itu pula langkahku terhenti. Seseorang keluar
dari salah satu rumah itu, pagarnya hitam. ya aku masih ingat. Beliau memanggil
bapak sol sepatu, menenteng sepatunya dan hendak menggunakan jasa si Bapak.
Ketika itu aku langsung merasa, "Ya Allah? apa benar engkau langsung
mengabulkan? Ya Allah ini benar ada orang yang memanggilnya untuk memperbaiki
sepatu??" aku terus bertanya tapi aku turut senang, hati ini membuncah.
Jika memang itu karena do'aku maka aku sangat bersyukur.
Dari situlah, kemudian awal mula keyakinan ku terhadap sebuah do'a
muncul. Awal mula aku belajar bahwa berdo'a bukan hanya untuk diri sendiri dan
orang tua, tapi berdo'alah untuk orang lain, bahkan untuk orang yang sama
sekali tidak kita kenal. Berdo'alah karena berharap kebaikan untuk orang lain.
Sampai saat ini, kalimat itu, beserta urutannya tidak pernah
berubah. Aku masih sangat senang mendo'akan orang lain dengan sepenggal kalimat
tersebut yang telah membuka mataku tentang keajaiban sebuah do'a. Sejak saat
itu pula, aku mulai rutin mendo'akan orang-orang terdekat. Hadiah untuk orang
lain tidak hanya barang dan uang, bahkan bagiku sekarang do'a tidak kalah
penting. Banyak orang-orang yang tidak bisa kita bantu walau sebenarnya rasa
membantu itu sangat kuat, maka berdo'alah untuk mereka. Saya bersyukur sampai
sekarang masih menggunakan kendaraan umum, saya masih disadarkan di jalan bahwa
saya masih sangat beruntung. Saya belum bisa merangkul mereka semua, tapi
semoga do'a saya turut membantu kebaikan mereka. Yuk saling mendo'akan!
Do'a menjadikan aku untuk selalu berpikir positif. Positif kepada
Tuhan dan positif kepada kehidupan. Memanjatkan do'a berarti kita memiliki
cita-cita dan harapan. Maka dari do'a manusia terus hidup. Berdo'a juga bukan
berarti meyakinkan diri semuanya akan terwujud sesuai ekspektasi diri seperti
cuplikan kisah diatas. (Cuplikan diatas bagiku adalah pengingat bahwa do'a
memanglah memiliki keistimewaannya sendiri, terlebih do'a itu untuk kebaikan
orang lain). Tapi berdo'a adalah kekuatan diri ketika lemah, dan penasihat diri
ketika berada diatas angin. Bahwa semua yang terjadi karena Tuhanlah yang
menjadikan. Tidak ada do'a yang tidak dikabulkan, melainkan diganti yang lebih
baik dari yang kita kira, atau di pending karena kita belum siap.
“Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan
kebaikan bagi saudaranya (sesama muslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan
malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama,”
(HR. Muslim no.
4912)