- DIARY PASCA RESIGN (Kenapa gak dari kemarin !) -
19 Agustus 2020
Hari pertama aku tidak bekerja.
Hey ada rasa sangat ringan di pagi hari. Aku bangun siang pagi ini. Tak lagi memikirkan nanti harus apa dan gimana supaya boss gak marah marah. Maklum kerja di perusahaan orang ya nurut sama atasan adalah hal yg wajib dilakukan supaya umur pekerjaan langgeng dan setiap bulan rekening terisi terus. Tapi hari ini aku merasa separuh beban dipundakku hilang. Aku sudah tidak perlu memikirkan bagaimana cara mood boss ku bagus, dan membuat mood ku bagus seharian supaya ASI lancar. Oh yes! Satu lagiii aku tak perlu lagi repot memikirkan jadwal pumping. Full mommy dirumah sudah tinggal nyodorkan langsung ke anak istilah kerennya DBF (Direct Breastfeeding). Drama steril dan cuci botol juga sudah usaaii. Yesss aku gak menyesal untuk resign. Setidaknya di hari pertama ini yang kurasakan.
Hari ini suami ambil cuti. Ah
senangnya sekarang suami cuti bisa kapan saja tanpa harus dicap tidak
profesional karena ambil cuti bersama. Aku dan suami bekerja dalam
perusahaan yang sama, departemen yang sama. Sering kali kalau kami ambil cuti
atasan begitu kepo apa agenda kami. Padahal ya namanya suami istri sudah pasti
urusan kami ya sama, dan perlu cuti berbarengan. Sakit hatinya kami adalah kami
dianggap tidak profesional karena kami cuti bersamaan, helloo kami heran.
Namanya suami istri ya masa mau ngurus anak sakit sendiri-sendiri ya masa mau
pulang kampung sendiri sendiri. Rule ambil cuti jauh-jauh hari juga kami
lakukan, kami paling anti deh cuti dadakan. Boss kami memang aneh.
Kalau ada yg bilang, ya terima
ajalah, kan itu konsekuensi kerja di tempat yg sama. Yes we know that, dan kami
sebelum menikah pun sudah antisipasi hal ini. Kami sudah sampaikan diawal bahwa
kami hendak menikah, jikalau pernikahan kami mengganggu profesionalisme
lingkungan kerja, maka saya 2 tahun lalu siap resign lebih awal. Tapi boss kami
Tidak masalah dengan hal itu, maka kami anggap perusahaan utamanya boss kami
pun sudah mempertimbangkan juga dong konsekuensi mempekerjakan suami istri di
tempat yang sama. Iya gak sih?
Balik lagi soal hari pertama ku
"dirumah", terlepas dengan perdramaan kantorku, aku merasa
keputusanku berhenti kerja adalah keputusan yang tepat. Dibalik bagaimana
keputusan ini lahir sebenarny juga drama, dan mungkin nnti kuceritKan di bab
bab selanjutnya, berhenti bekerja membuat aku kembali merenung tentang tujuan
pernikahan ku. Bukankah dulu saat aku memohon dimudahkan dalam menikah karena
aku ingin mendulang pahala besar dalam pernikahan? Bukankah pekerjaan istri yg
berpahala banyaknya ada didalam rumah? Dan bukankah anak memiliki hak untuk
ditemani ibuknya full selama masa pertumbuhan emasnya? Aku seperti diingatkan
kembali soal niat dalam menikah, dan aku merasa menjadi ibuk yang jahat
membiarkan anakku di rajut diolah dididik bukan dengan tanganku. Aku merasa
1000 hari pertama yang mereka butuhkan adalah kasih sayang, bukan materil.
Bukan gaji umminya, tpi waktu umminya. Sedih rasanya 3 bulan setelah melahirkan
aku harus meninggalkan bayi mungilku di tangan orang lain. Setiap brgkt kerja
terbayang wajah polosnya saat pamitan berangkat kantor. Wajah yg gak ngerti apa
apa soal dunia, lalu kenapa aku tega? Pantaslah Allah tak mewajibkan wanita
mencari nafkah, pantaslah Allah memuliakan wanita didalam rumah. Ya karena
wanita ibadahnya dirumah . Kembali
lagi guys, semua pilihan. Ibu dirumah ibu bekerja adalah pilihan setiap wanita
dengan masing masing konsekuensinya. Dan ini adalah versiku.
Sebelum resign aku sering
mendapatkan masukan untuk tetap bekerja. Tapi setelah kupikir masukannya semua
tentang duniawi. Tentang pendidikan yang mahal, kebutuhan anak nanti banyak
loh. Kalau suami istri gak kerja nanti gak punya rumah dan mobil. Apakah
diantara mereka ada yang memberikan masukan tentang begitu berharganya anak
untuk diurus sendiri ditangan ibuknya? Dan ganjaran akhirat untuk merawat anak?
Setelah kuingat hampir Tidak ada masukan itu. Semua yang dibahas tentang
duniawi. Hanya akhir akhir ini setelah keputusan resign itu muncul, orang orang
kemudian support soal merawat anak sendiri adalah bagus. Ah sudahlah aku pikir
itu hanya basa basi obrolan, kemarin-kemarin kemana saja? Hahaha.
Menurutku Jikalau bukan kita yang
memberi waktu pada diri sendiri tentang merenungkan tujuan diciptakannya
wanita, pasti arus duniawi akan menang dan menguasai pikiran kita. Apalagi
wanita, sudah paling gampang tergoda dunia. Siapa sih yang gak mau punya uang
sendiri, mandiri financial? Tp Alhamdulillah Allah masih melembutkan hatiku
untuk berpikir sejenak tentang niatku berumah tangga. Tentang apa yang dulu
kepelajari soal kodrat wanita, tentang Allah menciptakan wanita adalah untuk
mendidik generasi, melahirkan, melanjutkan keturunan, memastikan
keberlangsungan kehidupan terjaga karena wanita, keshalihan anak pun tergantung
wanita, maka kebaikan dunia pun secara langsung maupun tidak langsung karena
wanita perannya mendidik anak, perenungkan ku juga mengingatkan ku tentang hak
dan kewajiban istri yg dulu kepelajari. Ya aku ingat, Dulu tujuanku menikah
bukan dunia, tp akhirat dengan mencari pahala. Cita citaku dulu mendidik anak
dengan caraku, style ku, mengurus suami, menyambut suami pulang kerja, mengucap
terimakasih atas lelahnya bekerja, memasak dirumah, bermain dengan anak, dan
mungkin ini saatnya aku kembali fokus mewujudkan mimpi itu.
Hari ini agendaku dengan suami
dihari pertamaku resign adalah mengurus masalah rumah. Ya kan? Suami cuti pasti
ada yg diurus. Kami berangkat pagi untuk urus tagihan listri yang membengkak.
Halah biasalah BUMN satu itu, ada saja oknum oknum yang merugikan kami rakyat
jelata. Mereka yang tidak bekerja tuntas, kami yang merana. 8 bulan sudah kami
kontrak rumah di daerah tambun. Rumah mungil yang dari luar terlihat nyaman,
tapi dalamnya menyimpan banyak cerita mengelus dada selama 8 bulan ini. Ah
nanti akan ku ceritakan tentang rumah ini. Ya 8 bulan pula PLN tidak mengecek
stand meter kami, selama itu pula mereka hanya menagihkan tembak angka. Aku
memang curiga dengan jumlah tagihan tiap bulannya, tp aku berpikir ah mungkin
di kab bekasi tarifnya murah. Aku pun tak ambil pusing. Ya buat apa. Sudah
ditempat kerja pusing, ya jujur aku cukup malas untuk melanjutkan kecurigaanku.
Sampai akhirnya kecurigaanku terjawab dengan tagihan agustus ini yang mencapai
hingga 1,6jt. Gila. Memang rumah saya gedong apa!? Aku marah dan kesal, dari
situlah aku tahu, bahwa selama 8 bulan PLN tidak bekerja tuntas mengecek stan
meterku. Huft bagaimana ini? Tagihan yg seharusnya tiap bulan bs tercover ini
sudah terakumulasi. Aku dan suami pun mendatangi kantor setempat untuk meminta
kejelasan dan tentunya meminta kompensasi atas ketidak tuntasan mereka dalam
bekerja, dengan asal tembak kwh pemakain tiap bulan selama 8 bulan. Woy kemane
aje lu?
Aku dan suami sempat berdebat
dengan petugas. Ya tentulah aku tidak terima, mereka yg gak kerja tp kami yg dibebankan
tagihan sebesar itu sekaligus. Akhirny kami mendapatkan keringanan cicilan
pembayaran dengan keluar surat hutang. Ckckck berniat tidak berhutang dalam
hidup, malah berhutang gara gara orang lain yg kerjanya gak beres. Semoga
berkah deh pak petugas gajinya udh nyusahin kami. Miris dengan negara ini.
Sebenarny kami cukup tidak puas dengan kompensasi keringanan pembayaran.
Ekspektasi kami adalah potongan biaya akibat kesalahan mereka. Restoran aja
jika ada salah berani kasih gratis, ya kan!? Tapi ekspektasiku terlalu tinggi
dan berujung kecewa. Mereka? Y tetap cuan lah walau dicicil kan mereka tetap
mendapatkan bayaran. Tp yasudah kami tidak heran sekali lagi dengan kondisi
ini.
Setelah beres urusan PLN, tetiba
aku kepikiran untuk mengajak suami belanja kebutuhan MPASI anaku. Yess aku
resign tepat saat anakku akan memulai makan diusianya 6 bulan. Ah itu lagi,
Allah seakan mengaturnya secara tepat. Aku menyadari dari sederhana kegiatan
makan dengan anak, ada banyak nilai nilai yang bisa kita ajarkan langsung ke
anak. Bukan dengan pengasuh bayaran kita. Yang mungkin akan asal saat
memberikan makan kepada anak kita. Sekali lagi aku beruntung bisa menemai anak
ku ke tahap baru kehidupannya. Makan. Dan aku? Masih belum menyesal karena
resign.
Aku sungguh berterimakasih dengan
suamiku, yang begitu support dengan putusannku. Beliau yg selalu support nilai
nilai akhirat. Masyaa Allah mas, kamu penyeimbangku. Beliau selalu bilang,
bahwa aku tak pernah kehilangan rezeki ku karena berhenti bekerja. Aku sedang menjemput
rejeki ku yg lain, yakni merawat dan menemani anak tumbuh. Bahagia bisa kita
pilih, dengan materil, atau dengan melihat anak tumbuh melalui nilai nilai yang
kita tanamkan sendiri. Yes aku setuju mas! Aku pun semangat di minggu ini untuk
prepare all stuff about MPASI. Dan hari ini aku masak untuk anak ku. Menu kali
ini Nasi Ati ayam, jamur, wortel! And you know what? Maryam lahap dan sukak
banget! Aku happy lihat sendiri anak ku makan ditanganku. Gak sabar untuk coba
menu 4 bintang lainnya sesuai anjuran WHO. Oia guys, ini dia fungsinya jadi ibuk
harus sekolah yang tinggi, pendidikan sudah paling efektif membuat seseorang mempunyai pola piki yang open minded soal perkembangan ilmu pengetahuan,
termasuk ilmu pengasuhan anak, aku yakin temen-temen yang kuliah udh biasa
banget deh cari-cari informasi di dunia maya, bahkan skill kita waktu dikuliah
membuat kita pandai memilah informasi, mana yg akurat, fakta, mitos, hoax
sehingga kita bisa tepat dalam pengasuhan anak. Oia bukan berarti ilmu asuh
anak dari nenek moyang salah ya, tapi insyaa Allah makin kesini makin banyak
penelitian dan perkembangan ilmu, jadi jangan kolot ya, jangan juga dibilang
anak milineal selalu benar dan gak nurut, hey kita hanya mencoba membuka
informasi, memperbahrui ilmu. So guys! Ini ceritaku dihari pertama. Masih belum
menyesal resign. ️